Hembusan angin malam mampu
masuk dan menelusup ke pori-
pori kulitku. Aku masih diam
menatap keindahan langit malam
yang dihiasi cahaya rembulan
dan jutaan bintang. Entah sampai kapan aku bisa menikmati langit
malam seperti ini lagi, mengingat
cobaan tuhan yang diberikan-
Nya untukku. Sebuah penyakit
kanker yang ganas yang kini
bersarang dalam tubuhku yang kapan saja dan dimana saja dapat
merenggut nyawaku. Awalnya aku marah pada tuhan
karna tuhan tak pernah adil
padaku. Dulu mamaku harus
merelakan nyawanya karna
penyakit sialan ini dan sekarang
penyakit ini bersarang di tubuhku tentunya mengancam
nyawaku. Tapi kini aku sadar
tuhan memberikan cobaan ini
padaku semata-mata karna
tuhan sayang padaku dan aku
bersyukur karna masih banyak orang yang peduli dan sayang
padaku meskipun keadaanku
seperti ini.
"Keyla, masuk yuk! Ingat nasehat
dokter angin malam gak baik
untuk kesehatanmu." ucap
seseorang yang dari tadi setia
menemaniku dan sekarang
sudah siap mendorong kursi rodaku. Dia adalah Bagas cowok yang
spesial dalam hidupku, mampu
menerimaku apa adanya dengan
segala kelemahanku, mampu
membuatku tersenyum, dialah
orang yang aku cintai, dia adalah salah satu orang yang menjadi
motivator dalam hidupku untuk
melawan penyakitku. "Tunggu Gas! Aku masih pengen
disini." cegahku tanpa sedikit
pun memalingkan pandanganku
dari langit malam. "Tapi Key kita disini hampir 1 jam,
kamu harus istirahat" bujuknya
lembut. "Ku mohon sebentar saja Gas,
anggap saja ini sebagai
permintaan terakhirku." pintaku
penuh harap. "Baiklah, tapi hanya 10 menit
setelah itu kita kembali ke kamar
rawat kamu trus istirahat dan
jangan lupa minum obat."
ucapnya penuh perhatian. "Baiklah." jawabku pasrah. "Dan ku mohon jangan pernah
bilang ini yang terakhir."
pintanya aku pun mengangguk. Bagas pun kembali duduk di
bangku taman rumah sakit yang
ada di samping kursi rodaku. Beberapa menit hening hanya
kebisuan yang kita ciptakan. Kini
pandanganku pun ku alihkan
pada Bagas yang ada
disampingku. Tanpa dia sadari
aku terus memperhatikannya kelihatanya dia sangat lelah
mungkin karna dia slalu
membantu merawatku sungguh
aku beruntung memilikinya
bukan hanya parasnya yang
tampan dan rupawan tapi hatinya pun bagai malaikat. "Bagas aku boleh meminta
sesuatu?" ucapku memulai
pembicaraan. "Apapun yang kamu minta aku
akan berusaha
mewujudkannya." jawabnya
tegas dan kini mata kita saling
beradu. "Aku ingin dengar kamu nyanyi
untuk aku Gas." pintaku penuh
harap. "baiklah, tapi ingat nanti kalau
aku nyanyi jangan diketawain
kalau kalau suara aku yang mirip
Afgan gini berubah jadi kaleng
rombeng." jawabnya diiringi
dengan tawa khasnya. "ok deh Bagas Syah Reza."
ledekku. "ehm… ehm… cek… cek… cek…
1… 2… 1… 2… 3…" ucapnya saat
mengecek suaranya dan aku
cekikikan melihat tingkahnya. i will always love you kekasihku dalam
hidupku hanya dirimu satu i will always need you cintaku selamanya tak
kan pernah
teganti ku mau menjadi yang terakhir
untukmu ku mau
menjadi mimpi indahmu cintai aku dengan hatimu seperti aku mencintaimu
sayangi aku dengan kasihmu seperti aku menyayangimu i will be the last
for you you will be the last for me Setiap untaian kata yang Bagas
nyanyikan mampu membuatku
merasa nyaman dan damai
meskipun tanpa diiringi musik.
Tenyata suaranya Bagas gak
jelek-jelek banget terima kasih Bagas untuk lagunya. Tiba-tiba kurasakan kepalaku
berat dan sangat sakit seperti di
hujan oleh ribuan jarum sedetik
kemudian aku rasakan sesuatu
mengalir keluar dari hidungku
bau yang tak asing lagi bau amis yang menyeruak apalagi kalau
bukan darah dan ku lihat Bagas
panik melihat kondisiku. "Ya tuhan, Keyla kamu kenapa?"
ucapnya sangat panik. Kurasakan tubuh ku terangkat
dan ternyata Bagas
menggendongku dan
membawaku cepat kedalam
rumah sakit. Rasa sakit ini benar-benar sudah
tidak tertahankan lagi sementara
Bagas berusaha secepat mungkin
membawaku ke ruang rawat
memang taman yang aku
kunjungi cukup jauh dari kamar rawat atau pun ruang ICU. "Bertahanlah Key, aku yakin
kamu pasti kuat." ucapnya
mencoba menyemangatiku. "Bagas kamu harus janji jika
sesuatu terjadi denganku
berjanjilan kamu gak bakalan
nangis." ucapku lemah sungguh
rasa sakit ini kian menjadi-jadi
sampai-sampai menjalar ke seluruh bagian tubuhku. "Cukup Key! Jangan pernah
bicara kaya gitu lagi. Ku mohon
bertahanlah." pintanya dan tanpa
terasa sebuah cairan bening yang
keluar dari pelupuk matanya
jatuh ke pipiku, ya tuhan Bagas menangis maafkan aku Bagas. "Aku gak kuat lagi Gas, aku...
aku... sayang kamu Bagas"
ucapku susah payah. Kurasakan mataku mulai berat
perlahan namun pasti mataku
mulai menutup, sakit yang tadi
kurasa sekarang berangsur
menghilang dan kurasa
melayang terbang tanpa beban. Ya tuhan apakah waktuku tlah
tiba? Jika sekarang ajalku aku
rela tuhan, terima kasih karna
kau masih memberikan
kesempetan terakhirku bersama
Bagas dan aku bahagia jika kau memanggilku karna aku berada
dalam dekapan orang yang aku
sayang. Satu pintaku tuhan
tolong satukan aku dan Bagas
kelak dialam keabadian.