Faozan Rizal, yang lebih dikenal atas
arahan sinematografi-nya untuk film-film seperti Tendangan dari Langit
(2011), The Perfect House (2011) dan
Perahu Kertas
(2012), melakukan debut penyutradaraannya lewat film berjudul Habibie
& Ainun yang diangkat dari buku autobiografi berjudul sama karya
mantan Presiden Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie.
Terlepas dari kehidupan B.J. Habibie yang dilingkupi dengan banyak
intrik politik, Habibie & Ainun justru lebih memfokuskan
penceritaannya pada kehidupan pribadi sang mantan presiden, khususnya
naik turunnya hubungan asmara yang ia jalin dengan almarhumah sang
istri.
Diperkuat dengan naskah cerita arahan Ginatri S. Noer dan Ifan
Adriansyah Ismail, Faozan Rizal berhasil mengarahkan Habibie & Ainun
menjadi sebuah kisah cinta yang tidak hanya terasa hangat, namun juga
mampu menjalin hubungan emosional yang begitu kuat dengan para
penontonnya.
Telah lama menuntut ilmu di Jerman semenjak kematian ayahnya di tahun
1955, Bacharuddin Jusuf Habibie, atau yang akrab dengan nama panggilan
Rudi (Reza Rahadian), kembali ke Indonesia pada tahun 1962 untuk
meninggalkan sementara risetnya dalam meraih gelar dokter di bidang
teknik akibat penyakit tuberkolosis yang ia derita.
Saat kepulangannya itulah, Rudi bertemu kembali dengan Hasri Ainun
Besari, atau yang lebih akrab disapa dengan Ainun (Bunga Citra Lestari),
gadis yang juga seorang dokter dan dahulu pernah menjadi teman satu
sekolah Rudi ketika masa sekolah menengah pertama.
Sama-sama saling terpikat satu sama lain, tidak membutuhkan waktu lama
bagi Rudi dan Ainun untuk kemudian melanjutkan hubungan mereka ke
jenjang pernikahan. Tak lama setelahnya, Rudi kemudian membawa Ainun
untuk hidup bersamanya di Jerman.
Seiring dengan mahligai pernikahannya yang berlangsung bahagia, dimana
Rudi kemudian dikaruniai dua orang putra, karirnya juga mampu melesat
dengan cepat. Seusai mendapatkan gelar dokternya – dengan tesisnya yang
berhubungan dengan teknik kedirgantaraan meraih banyak pujian, Rudi
kemudian diundang oleh banyak perusahaan pembuat pesawat terbang untuk
bekerja pada mereka.
Sebuah kesempatan yang sangat bagus, namun kecintaan Rudi pada tanah
airnya telah membuatnya bertekad untuk membangun sebuah pesawat terbang
untuk negaranya. Kesempatan itu akhirnya datang pada tahun 1973 ketika
Presiden Republik Indonesia saat itu, Soeharto, memintanya untuk kembali
ke Indonesia dan mengaplikasikan kecerdasannya untuk membangun negara –
yang juga menjadi awal keterlibatan Rudi dalam dunia politik Indonesia.
Harus diakui, tidak seperti kebanyakan drama romansa lainnya, jalan
cerita Habibie & Ainun tidak banyak dipenuhi intrik maupun konflik
asmara maupun kehidupan yang dramatis. Kisah cinta yang disajikan film
ini cenderung terasa terlalu sederhana dan familiar.
Beruntung, naskah cerita Habibie & Ainun mampu digarap dengan baik
oleh Ginatri S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail. Ginatri dan Ifan mampu
menyusun jalinan kisah asmara karakter Habibie dan Ainun dengan sangat
hangat, mengisinya dengan komedi-komedi segar yang mampu membuat kedua
karakter tersebut menjadi sangat mudah untuk disukai yang sekaligus
berhasil secara perlahan mampu membangun jalinan emosional dengan para
penonton.
Konflik-konflik minimalis yang dihadirkan juga mampu ditata dengan baik –
mulai dari konflik yang datang dari hubungan keduanya hingga dari unsur
politik dalam kehidupan karakter Habibie yang mulai mempengaruhi
pernikahan tersebut – untuk kemudian dihadirkan dalam penyampaian yang
mengalir dengan sangat lancar.
Sebagai seorang sutradara, eksekusi yang dilakukan Faozan Rizal terhadap
jalan cerita Habibie & Ainun mampu membuat film ini mengalir dengan
ritme penceritaan yang tepat. Berjalan dengan tempo yang sederhana,
Faozan memberikan cukup banyak ruang bagi penonton untuk mengenal dua
karakter utama dalam film ini sekaligus menyajikan deretan konflik dalam
kehidupan mereka yang akhirnya akan mampu menghanyutkan hati setiap
penontonnya.
Faozan juga mendapat dukungan tata sinematografi yang sangat baik dari
Ipung Rachmat Syaiful yang berhasil menghadirkan deretan gambar yang
begitu indah dan mampu mendukung emosi yang ingin disajikan dalam banyak
adegan di film ini.
Walau beberapa kali masih terasa terlalu hiperbolis dalam menyajikan
kemegahan tata orkestrasinya, namun musik arahan Tya Subiakto Satrio
juga mampu menjadi elemen pelengkap yang sangat baik bagi jalan cerita
Habibie & Ainun.
Tata teknis lainnya yang mampu tampil menonjol adalah arahan artistik
yang mampu menghadirkan suasana negara Jerman dan Indonesia di masa
lampau dengan sangat meyakinkan.
Berperan sebagai Habibie, Reza Rahadian sekali lagi berhasil membuktikan
bahwa dirinya merupakan aktor terbaik yang dimiliki Indonesia untuk
saat ini. Reza mampu menghidupkan karakter Habibie dengan tanpa cela –
mulai dari gestur tubuh, pembawaan emosional hingga karakteristik
puitisnya.
Chemistry yang ia jalin bersama Bunga Citra Lestari – yang juga tampil
dalam kapasitas yang jelas tidak akan mengecewakan – mampu tampil sangat
meyakinkan. Hubungan Reza dan Bunga mampu membawa penontonnya ke
berbagai tingkatan emosional yang hadir di sepanjang penceritaan film
ini.
Walau tampil dengan porsi cerita yang minimalis, kehadiran pemeran
pendukung seperti Ratna Riantiarno, Mike Lucock, Vita Mariana Barazza,
Teuku Rifnu Wikana hingga Hanung Bramantyo juga mampu memperkuat
kualitas penampilan departemen akting Habibie & Ainun.
Dalam debut penyutradaraannya, Faozan Rizal mampu membuktikan bahwa ia
tidak hanya sekedar mampu menangkap gambar-gambar yang indah untuk
setiap filmnya. Habibie & Ainun juga membuktikan bahwa ia adalah
seorang pencerita yang cukup baik. Didukung naskah cerita arahan Ginatri
S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail, Faozan mampu merangkai kisah
percintaan antara karakter Habibie dan Ainun dengan begitu memikat,
terasa hangat dan emosional pada banyak bagiannya.
Tidak dapat disangkal pula bahwa penampilan Reza Rahadian yang fantastis
semakin memperkuat kualitas presentasi keseluruhan dari film ini.
Adalah sangat jarang untuk menemukan film drama romansa dewasa Indonesia
yang benar-benar dewasa, membumi dan berjalan alami seperti Habibie
& Ainun. Habibie & Ainun mampu melesat menjadi film drama
romansa Indonesia terbaik di sepanjang tahun ini.
Sumber