Home
»
News
»
Gila Sekolah | 100 SKS ditempuh dalam 1 Semester
Gila Sekolah | 100 SKS ditempuh dalam 1 Semester
Wednesday, 27 February 2013
Ini orang gila sekolah, atau memang punya niatan untuk memotivasi orang
lain agar rajin sekolah atau kuliah yah...Ternyata ada orang Indonesia
yang punya gelar akademis banyak bener....sampai namanya aja gak ada
apa-apanya panjangya dibandingkan dengan gelarnya.
SERATUS SKS TIAP SEMESTER SELAMA 13 TAHUN PRIA INI RAIH 18 GELAR AKADEMIS DAN PROFESI
Hitung
sebentar gelar di belakang nama Anda? Satu, dua, atau tiga? Buat Welin
Kusuma, gelarnya tidak cukup jika dihitung dengan sepuluh jari tangan.
Pasalnya, dia punya 18 gelar akademis dan profesi. Dia butuh waktu 13
tahun untuk mengumpulkan gelar-gelar itu di berbagai kampus di Surabaya.
Welin
Kusuma, 31, mengeluarkan satu per satu ijazah dari dalam tas ranselnya.
Saat ditata di atas meja, tinggi tumpukan ijazah itu hampir sejengkal.
Maklum, pria asal Kendari tersebut memiliki 18 gelar akademis dan
profesi. Rinciannya, dia menyandang delapan gelar sarjana, tiga gelar
magister, dan tujuh gelar profesi.
”Ini salinan sertifikat Muri
(Museum Rekor-Dunia Indonesia) yang saya dapatkan April lalu,” tutur
Welin yang ditemui di Hotel Mercure, Surabaya, kemarin (12/10). Pada
penghargaan itu, tertulis nama Welin Kusuma ST, SE, SSos, SH, SKom, SS,
SAP, SStat, MT, MSM, MKn, RFP-I, CPBD, CPPM, CFP, AffWM, BKP, QWP.
Saking panjangnya gelar yang menyertai, nama tersebut sampai ditulis
dalam tiga baris.
Welin telah mengurutkan gelar-gelar tersebut sesuai
dengan periode pendidikan yang ditempuhnya mulai 1999– 2012. Setelah
lulus dari SMAN 1 Kendari, dia langsung melanjutkan ke jurusan teknik
industri di Ubaya pada 1999. Lima tahun kemudian, dia mendapatkan gelar
sarjana teknik (ST) pada 2004.
Saat semester lima di jurusan teknik
industri atau pada 2001, Welin mengambil jurusan ekonomi manajemen di
STIE Urip Sumoharjo. Pada 2002 dia mengikuti perkuliahan di jurusan ilmu
hukum Unair dan jurusan administrasi negara di Universitas Terbuka
(UT). Seolah haus dengan dunia pendidikan, pada tahun yang sama Welin
mengambil jurusan teknik informatika di Sekolah Tinggi Teknik Surabaya
(STTS).
”Pada 2003 saya mengambil jurusan sastra Inggris di UK
Petra,” tutur pria kelahiran Makassar itu. Dia juga menempuh pendidikan
S-1 di Universitas Terbuka pada jurusan administrasi publik dan
statistik.
Pendidikan magister teknik industri ditempuhnya di ITS
pada 2004. Welin kemudian meraih gelar magister sains manajemen (MSM)
dan magister kenotariatan (MKn) di Universitas Airlangga (Unair). Pria
31 tahun tersebut sengaja mengambil program magister di perguruan tinggi
negeri untuk mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu.
Pendidikan
profesi yang pernah dia dapatkan adalah registered financial planner
Indonesia (RFP-I), certified professional in brand development (CPBD),
certified professional in product management (CPPM), certified financial
planner (CFP), affiliate wealth manager (AffWM), bersertifikat
konsultan pajak (BKP), qualified wealth planner (QWP), dan certified
professional human resource (CPHR). ”Gelar profesi itu berkaitan dengan
manajemen, keuangan, dan perpajakan,” urainya.
Selama menjalani
pendidikan tersebut hampir tiap tahun, dia menempuh sampai seratus SKS
tiap pekan. Bahkan, dia pernah menempuh 111 SKS dalam satu semester
genap pada periode Februari–Agustus 2003. Saat itu Welin menempuh kuliah
di lima jurusan S-1 sekaligus. Yakni, teknik industri Ubaya (9 mata
kuliah/MK-24 SKS), ekonomi manajemen STIE Urip Sumoharjo (4 MK-11 SKS),
administrasi negara UT (10 MK-28 SKS), teknik informatika STTS (9 MK-25
SKS), dan hukum Unair (7 MK-23 SKS).
Welin memperoleh rekor Muri yang
kedua atas 111 SKS yang ditempuhnya. Penghargaan tersebut dia dapatkan
pada Agustus lalu. Dia menuturkan, setiap hari dirinya mengikuti kuliah
mulai pukul 07.00 dan baru selesai pada pukul 22.00. Bahkan, pada Sabtu
dan Minggu dia juga mengambil kuliah. Misalnya, jurusan ilmu hukum di
Unair yang dia tempuh di kelas ekstensi.
Padatnya jadwal kuliah itu
membuat dia pontang-panting dari satu kampus ke kampus lain. Bahkan, dia
harus pintar-pintar menyesuaikan jadwal perkuliahan pada satu jurusan
agar tidak bertabrakan dengan jadwal kuliah di jurusan lain. ”Saya
sediakan buku khusus untuk mencatat jadwal kuliah agar lebih cermat,”
tutur pria berkacamata tersebut.
Namun, sepandai-pandainya mengatur
jadwal, anak kedua di antara tiga bersaudara itu menemui jadwal yang
benar-benar mepet. Saat itu, pada 2003, dia mengambil kuliah di jurusan
sastra Inggris UK Petra dan teknik komputer STTS. Di UK Petra ada jam
kuliah mulai pukul 13.30–15.30. Pada hari yang sama di STTS dia harus
mengikuti kuliah pada pukul 15.00–18.00.
Dengan terpaksa Welin harus
izin untuk keluar kelas dari perkuliahan UK Petra pada pukul 15.00. Dia
pun memacu kendaraannya dari Jalan Siwalankerto untuk segera mengikuti
kuliah di STTS, Jalan Ngagel Jaya Tengah. Dia baru bisa masuk ke dalam
kelas itu pukul 15.35. Karena batas toleransi keterlambatan hanya 30
menit, dia tidak diperkenankan masuk ruang kuliah. ”Selama satu semester
itu saya terlambat empat kali. Untung, masih batas toleransi,”
tuturnya.
Lantaran kuliah di beberapa tempat yang berbeda, Welin
beberapa kali bertemu dengan dosen yang sama. Dosen tersebut memang
mengajar di dua kampus berbeda. ”Dosen itu jadi ingat terus sama saya,”
ceritanya lantas tertawa.
Anak pasangan Onny Kusuma-Sisilia Chandra
tersebut telah menuntaskan semua pendidikan yang dia tempuh. Terakhir,
dia baru saja menyelesaikan kuliah di jurusan teknik informatika STTS
pada 2012. Itu pendidikan paling lama yang dia tempuh, yakni sepuluh
tahun. Dia menuturkan, cukup sulit lulus dari STTS karena harus bisa
membuat aplikasi yang bagus dan teruji. ”Saya memang tidak mau main-main
dengan tugas akhir saya. Harus bagus,” tegasnya.
Dia pernah
mendapatkan surat peringatan akan dikeluarkan dari STTS karena tak
segera menyelesaikan studi. Surat yang sama pada awal 2011 itu juga dia
terima saat menempuh pendidikan magister sains manajemen di Unair.
Namun, akhirnya Welin berhasil menyelesaikan studi di magister sains
manajemen pada September 2011. Di STTS dia telah yudisium pada Februari
lalu. ”Waktu dapat surat peringatan DO (drop out, Red) itu, saya sempat
down. Pusing,” ucapnya.
Welin mengungkapkan, minatnya untuk menempuh
aneka pendidikan tersebut didorong keinginan untuk menjadi konsultan.
Cita-cita itu telah muncul sejak kecil. ”Konsultan apa? Hmmm, konsultan
yang terintegrasi,” tuturnya.
Dalam bayangannya, seorang konsultan
terintegrasi bisa memberikan pandangan dari banyak perspektif. Mulai
hukum, ekonomi, hingga keuangan. Saat ini dia menjadi konsultan pajak
lantaran punya gelar BKP.
Namun, pekerjaan resmi yang dia tekuni
sekarang adalah bidang sistem informasi pada sebuah perusahaan di
kawasan Rungkut Industri. Welin mengaku pernah pula bekerja di bidang
properti dan perbankan. ”Dari bekerja itu pula biaya pendidikan saya
tanggung sendiri,” ucapnya. Dia membiayai sendiri sebagian besar
pendidikan yang dia tempuh sejak 2004.
Setelah 13 tahun menempuh
pendidikan dan mendapatkan 18 gelar itu, Welin berencana menempuh
pendidikan lagi. Dia ingin mengambil program doktoral. Namun, sama
dengan tahapan pendidikan di tingkat sarjana dan magister, Welin tak mau
main-main dengan kampus yang dipilih. ”Mau cari yang negeri atau yang
bagus. Tetapi, saya masih menyesuaikan jadwal kerja,” katanya.
Sebenarnya,
dia baru saja memperoleh gelar profesi CPHR (certified professional
human resource). Jadi, bisa dibilang gelar Welin kini menjadi 19 buah.
”Saya ingin berbagi dengan orang lain. Mungkin semacam memberikan
motivasi,” terangnya.Semoga menambah wawasan kita semua.
Topics :